Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut potensi kerugian negara akibat pertambangan tanpa izin (PETI) atau tambang ilegal tembus Rp3,5 triliun sepanjang 2022. Angka tersebut naik dari kerugian pada 2019 yang mencapai Rp1,6 triliun. Sebab itu, ia menegaskan kegiatan PETI di wilayah kontrak karya tersebut perlu ditindak tegas.
“Paling penting lagi adalah dampak kerusakan lingkungannya dan bagaimana kita melakukan reinforcement kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki izin
kontrak karya,” kata Arifin dalam acara Sarasehan Sinkronisasi Tata Kelola Pertambangan Mineral Utama Perspektif Politik, Hukum, dan Keamanan di Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Selasa (21/3).
Pada kesempatan itu, ia merinci enam dampak utama kegiatan PETI. Pertama, menghambat kegiatan usaha bagi pemegang izin resmi. Kedua, membahayakan keselamatan, yakni bisa menimbulkan korban jiwa.
Ketiga, berpotensi terjadi kerusakan lingkungan hidup. Ada potensi banjir, longsor, hingga mengurangi kesuburan tanah. Keempat, berpotensi menimbulkan gangguan sosial dan keamanan.
Kelima, tambang ilegal bisa merusak hutan bila berada di kawasan hutan. Arifin menaksir biaya pemulihan lingkungan yang harus ditanggung negara bisa mencapai Rp1,5 triliun.
Keenam, PETI merugikan pemegang izin pertambangan yang resmi dan sah.
“Tadi disampaikan Pak Menko masih banyak kebocoran potensi pendapatan negara. Progres pembentukan satgas illegal mining sedang berproses, dimulai 15 Februari (2023) lalu koordinasi antara ESDM dengan unsur pimpinan TNI-Polri dan Kejaksaan Agung. Sedang menunggu untuk bisa disampaikan PIC dalam susunan organisasinya,” kata Arifin.
Nantinya, satgas tambang ilegal ini akan diberi payung hukum berupa keputusan presiden (keppres). Mulai 29 Maret 2023, pembahasan rancangan keppres sudah dibahas dengan anggota tim satgas. Selain itu, draft rancangan keppres juga telah disiapkan.